Kamis, 21 Juli 2011

My Tomorrow

Cerita ini udah aku ralat.
Jadi, kalo 1 minggu yang lalu anda
sekalian udah baca, dimohon
untuk baca lagi.
Dan, sebelumnya, aku mau ngasih
saran.
Kalau mau ngerasain efeknya
lebih dalam, ngebaca ini story
sambil ngedengerin lagu "Find
The Way" by Mika Nakashima,
Original Sound Track Gundam
Seed. Tepatnya Ending ke-3,
berturut-turut.
Atau bila tidak punya, Hujan
Kemarin by Taxi/ You Look at Me
by Cristian Bautista/ Moment by
Ayumi Hamasaki juga gak papa...
Hehe...
Dan cerita ini, terinspirasi dari
kisah diri saya pribadi, serta dari
sebuah cerita, yang saya lupa dari
mana.
Kalo enga' salah, berjudul "Padang
Ilalang" karya Mas. Vachzar(Moyet
Gaul).
Happy a Nice read, and please
comment juga ya...?
^^
.
.
.
.
.
.
.
"> "My Tomorrow" <"
...
26 Maret, 2011...
...
Aku berjalan, melewati jalanan
yang sehari-hari aku lewati.
Menapaki, dan menelusuri jalanan
yang akrab denganku.
Tapi hari ini aku sangat lelah, jadi
kuputuskan untuk beristirahat
dulu.
Aku mencari-cari tempat, lalu
pada akhirnya ku temukan
sebuah padang rumput yang
terletak tepat di depan SMPN 1
Gabus, SMPku dulu.
Aku berjalan ke sana, setelahnya
kurebahkan tubuhku di atasnya.
Walaupun sebenarnya ini adalah
lapangan sepakbola lepas, tapi
aku lebih suka menganggapnya
padang rumput. Di sekelilingnya,
warna hijaunya padi menghiasi
bagai tak terpisah.
Hingga aku mulai memandang
awan.
Ya, kebiasaan memandang awan
adalah hal yang sangat rutin
kulakukan. Menikmati dan
menghargai, betapa Tuhan
melukis sebuah keindahan.
Tapi hari ini berbeda, aku tak
memandangnya dari atap
rumahku.
Tapi dari atas rumput hijau ini...
Hal yang sejak dulu, sangat ingin
aku lakukan... Seperti waktu aku
kecil dahulu...
Kenapa?
Karena sekarang sudah jarang
sekali ada tempat seperti ini, yang
pernah ku temui... Bahkan di
tempat kelahiranku...
Semuanya sudah tertimpa oleh
beton, ironis sekali.
Aku sangat benci kota.
Yang tak pernah mau,
menghargai Ciptaan Tuhan.
Akan tetapi...
Ternyata keindahan tempat ini
membiusku.
Semua beban, penatku pun lepas...
Aku tak menyangka, ternyata
berbaring beralaskan rumput
hijau seperti ini rasanya.
Lebih dari yang aku bayangkan.
Menyenangkan.
Entah kenapa, rasanya pikiranku
menjadi jernih.
Ku lihat, awan di atas sana indah
sekali...
Ingin rasanya aku bisa hidup
seperti mereka. Bebas, lepas dan
tenang.
Lalu, di saat aku dewasa nanti,
aku menikah dengan orang yang
aku cintai.
Tak terlalu cantik juga tak
masalah, yang penting ia jujur
dan setia.
Setelahnya punya dua anak, satu
laki-laki dan satu perempuan.
Aku ingin agar mereka cepat
mandiri, supaya aku bisa dengan
leluasa memandang awan seperti
ini.
Dan sebagai seorang laki-laki, aku
ingin mati lebih dulu dari
mereka...
...
Sayangnya hidup tak semudah
itu...
Cg! Merepotkan sekali...!
Tapi apa boleh buat, itulah hidup.
Kau akan tertinggal bila tak
melangkah, dan akan tertindas
bila tak punya nyali.
Bicara soal hidup, aku jadi ingat
masa lalu...?
Ya, sesuatu yang entah
bagaimana aku bisa
mengatakannya. Masa-masa yang
sangat ingin aku ulangi, tapi tetap
saja waktu tak bisa kompromi.
Aku masih ingat, saat aku jadi
cengeng dulu...
Sering membolos, dan perempuan
itu...
Aku mencintainya.
Tapi semuanya sudah berubah.
Aku yang dulunya agak gemuk,
sekarang jadi agak kurus.
SMPku yang dulunya hanya 28
ruangan, sekarang sudah
bertambah.
Tapi aneh, mengapa perasaan ini
padanya makin besar? Padahal
kami tak pernah bertemu lagi,
semenjak perpisahan SMP itu...
Tiga tahun lalu.
Padahal, dulu aku tak pernah
sekalipun bertatap muka
dengannya. Tak pernah
memandang matanya, tapi yang
sering kupandang malah
rambutnya.
Haduduh... Bukan, bukan karena
aku pengecut.
Tapi aku ini pemalu. Tak mampu
memandang pelangi yang terlukis
di bola matanya, kalau
kupandangi juga. Bisa pingsan
aku.
Huhuhu... Menyenangkan sekali
saat itu...
Semuanya sudah berubah.
Tapi ada satu yang belum
berubah...
Tempat ini...
Rumput ini, angin ini, perasaan
ini, tempat ini...
Masih sama dengan yang dulu...
Dengan perlahan, kupejamkan
kedua mataku.
Hingga kurasakan, angin
berhembus melompati tubuhku
sejuk sekali...
Kulentangkan tubuhku lebar-
lebar, supaya dapat menikmatinya
lebih jauh...
Hingga ku dengar sebuah suara
merdu.
...
Bukan, bukan suara. Tapi lebih
seperti sebuah lagu. Yang
dinyanyikan oleh seseorang.
"Find The Way..." Gumamku tanpa
sadar, menyebut title lantunan
lagu itu.
Dengan perlahan, kubuka kedua
mataku.
Aku lalu bangkit dari tidurku,
duduk, lalu kulihat...
Seorang perempuan cantik jelita,
bersayap putih, dan memakai
sebuah kimono.
Entah terbuat dari bahan apa
kimono yang ia pakai, rasanya
tipiis sekali...
Hingga bentuk lekuk tubuhnya,
yang terkesan sempurna itu,
terlihat jelas olehku.
Dadanya yang kecil, bergoyang
mengikuti tariannya.
Lalu, kulitnya yang putih mulus,
terlihat memantulkan cahaya...
Rambut panjang sepinggangnya
itu, indah sekali...
Aku sangat suka rambutnya,
seolah mengingatkanku pada
seseseorang...
Dengan lincahnya ia menari.
Bukan, bukan menari ala biduan
dangdut murahan tak punya
moral seperti di TV atau
panggung Ilegal.
Tapi... Aneh.
Aku seperti melihat paradise bird
(cendrawasih) dari dalam
gerakannya. Tariannya itu, entah
bagaimana caranya aku dapat
menggambarkannya dengan
kata-kata...
Ia melompat kesana-kemari, dan...
Sungguh indah.
Serta, suara merdunya
menyanyikan "Find The Way"
bagaikan kicauan burung pagi
hari.
Menentramkan...
Membuatku teringat, akan
seseorang yang sangat aku
cintai...
. . .
Merasa penasaran dengannya,
aku coba memanggilnya. "Hai...!"
Dia sepertinya terkejut, lalu
pandangan kami bertemu. Sekilas
ia tersenyum, tapi kemudian
berlari menjauh.
Aku tak mengerti apa yang terjadi
padanya, hingga aku putuskan
untuk mencoba mengejarnya.
Langkah anggunnya yang kecil,
tak sepadan dengan langkahku
yang besar serta cepatnya lariku.
Dan benar saja, aku berhasil
menyudutkannya.
Tiba-tiba saja ia tersandung, lalu
terjatuh. Tersudut di bawah
sebuah pohon besar.
Akasia besar.
Dia terlihat seperti ketakutan, apa
ia takut padaku?
Menyadari hal itu, aku berhenti
berlari.
Dan tersenyum, "Find The Way..."
Ujarku padanya.
...
Aku membuka kedua mataku
perlahan, mengamati daerah
sekitar diriku...
"Ternyata tadi hanya mimpi..."
Gumamku kecewa.
Kupandangi langit sore yang
mulai memerah, serta ku
cocokkan dengan jam tangan
bermerek Cold milikku. "Sudah
sore... Sebaiknya aku pulang..."
...
...
...
27 Maret, 2011...
...
Hari ini, seperti kemarin.
Aku berjalan melewati jalanan
seperti biasanya.
Lalu kembali, mencoba berbaring
lagi. Di atas padang rumput
seperti kemarin.
Berharap, aku dapat kembali
bertemu dengan bidadari itu.
Yang telah, membuatku jatuh
cinta.
Heh? Aneh bukan? Tapi apa
peduliku, aku juga tak tahu
kenapa aku bisa merasa seperti
ini...
Setidaknya, ia perempuan kedua
yang mampu membuatku seperti
ini.
Yang jelas, sekarang.
Aku mencintainya...
...
Akhirnya aku mendengarkannya
lagi, lagu "Find The Way", yang
merupakan ending dari Anime
favoritku mengalun merdu.
Terngiang dengan jelas, tiap lirik
yang terdengar di telingaku.
Tapi berbeda dengan hari
kemarin, aku tak langsung
memandang bidadari itu. Tapi aku
masih mengamati langit.
Memandang awan...
Juga sesekali ku remas-remas
rumput di sekitarku, mencoba
menyentuh alam.
Hingga hampir masuk ke lirik
terakhir, aku mencoba bangkit.
Duduk. Kulirik ia sesaat, ia hanya
tersenyum padaku. Berbeda
dengan kemarin, kenapa ya?
Ku gerakkan tangan kananku,
menyelinap masuk pada saku
celanaku. Dan mengambil sesuatu
dari sana.
Sebuah foto...
Foto?
Ya, foto seseorang yang sangat
aku cintai. Yang diam-diam aku
ambil dari foto profilnya di Face
Book, lalu ku cetak secara
rahasia...
Hehehe... Aku pintar 'kan?
Terimakasih pujiannya...
Kupandangi itu, dengan penuh
perasaan, harapan, cinta...
Tapi apa daya, ia hanya
menganggapku teman.
Just Friend.
JUST ONLY FRIEND...
"Sedang apa?" tanya bidadari itu
tiba-tiba.
Aku sedikit kaget, sejak kapan ia
duduk di sampingku?
Kemudian aku tersenyum.
"Melihat, foto..."
"Foto...?"
"Ya, seseorang yang aku cintai."
Jelasku padanya.
Ia mengangguk kecil, "Kenapa ia
mirip denganku?"
"...Entahlah..." Aku menggeleng
pelan, "Aku sendiri tak tahu..." Lalu
tersenyum.
...
Hening.
...
"Sekarang ia ada dimana?"
"Tak tahu. Yang jelas, jauh
dariku..."
"Sudah katakan cinta?"
"Sudah. Tapi walaupun juga, apa
daya ia hanya menganggapku
teman..." Aku tersenyum hambar,
"Tak lebih..."
...
Hening.
"..."
"Menurutmu, apa arti cinta?"
"Hn...? Entahlah..." Kucoba
memandang bidadari di
sampingku ini, "Tapi menurutku,
tak jauh beda dengan matahari."
Lalu aku memandang awan lagi.
"Matahari?"
"Menyakiti mata, jika terlalu dekat,
ataupun bila kau tak tahu cara
memandangnya dengan benar...
Tapi, sangat dibutuhkan, karena
bila tak ada, hidup akan menjadi
gelap..."
...
Hening.
...
"...Maksudnya...? Aku tak
mengerti?"
"Mau kujelaskan?"
"Ya... Jika kau tak keberatan..."
Aku kemudian bangkit dari
dudukku, berdiri. Dan
membelakangi mentari. "Apa kau
bisa melihat mentari itu?" Jemari
telunjukku menunjuk matahari.
"Tidak," dia menggeleng pelan.
"Sekarang, coba kau lihat..." Aku
kemudian duduk lagi.
Dia sedang mencoba melihat
mentari. Setelah beberapa detik, ia
memalingkan pandangannya.
"Tak bisa, mataku sakit." Katanya
menggelengkan kepalanya pelan.
"Begitulah cinta, bayangkan saja
jika matamu itu adalah hatimu.
Pasti sakit, jika kau coba
memandangnya begitu saja..."
"Tapi, bagaimana kita bisa
memandangnya dengan benar?"
tanyanya lagi.
Aku tersenyum ramah. "Coba kau
lihat telapak tanganmu..."
"Telapak?" Ia lalu menengadahkan
tangan kanannya padaku.
"Cahaya matahari memantul dari
situ, dan secara tak langsung kau
dapat melihat mentari..."
Dia mengangguk perlahan.
"Begitu...?" Sepertinya mengerti
penjelasanku.
"Ya..." Secara tak langsung, diri
adalah serpihan matahari itu
sendiri... "Kau juga dapat
melihatnya, bukan hanya begitu.
Kau juga bisa melihatnya dari
pantulan air, atau cermin gelap."
"..." Ia hanya diam. Sepertinya
memikirkan sesuatu?
Aku hanya tersenyum. Lagi.
"Kau mau bercinta denganku...?"
"Eh?" Apa yang ia katakan tadi?
"Aku ingin, kau menghuni
hatiku..."
"Ta-tapi..." Aku mencoba menolak.
"Sss...t," Dia berbisik, dan menutup
mulutku dengan jari telunjuknya
agar aku tak bicara lagi.
"Kumohon... Jangan tolak aku."
Entah terhipnotis apa aku ini, aku
hanya menurut saja saat ia
menenggelamkanku.
Menghanyutkanku, ke dalam
surga dunia.
Benar-benar mimpi yang indah...
Ya, sangat indah bukan...?
"Oh ya, ada satu pertanyaan yang
mengganjal hatiku kemarin..."
"Apa?"
"Kenapa kemarin kau lari?"
"Karena cinta itu seperti kupu-
kupu... Semakin kau kejar, makin
ia mengindar..."
"Kupu-kupu...?"
"Ya... Tapi bila kau biarkan ia
terbang jauh, ia akan
menghampirimu... Di saat kau tak
menduganya..."
...
...
...
28 Maret, 2011.
...
Hari ini, sangat berbeda dengan
kemarin. Ataupun lusa.
Jika kemarin aku pulang siang
hari, sekitar pukul tiga. Tapi hari
ini aku pulang hampir pukul lima
sore.
Aku tak suka Hari Senin.
Tapi itu tak menghalangiku, untuk
berkunjung ke tempat itu.
"Kimi wa itta... Nagaiyume wo
mita...
(You said, "I had a long dream...")
Totemo kanashii... Yume datta to...
(It was a very sad dream.)
Soredemo sono sugata wa...
Sukoshi mo kumoranai..."
(But what I saw wasn't one bit
clouded.)
Gumamku pelan, menyanyikan
sepenggal lirik "Find The Way".
"You'll Find... The Way..."
Bruak!
...
Apa ini? Aku, tak mengerti apa
yang telah terjadi. Tapi kedua
mataku terasa terpaku, ransel
tanganku terjatuh.
Aku syock!
Mendapati, padang rumput
kemarin, telah berubah jadi tanah
gersang tanpa warna kehidupan.
Alat-alat berat, seperti truk,
buldoser, traktor, dan yang
lainnya. Berpijak di sana.
Awalnya aku kira aku salah
tempat, tapi ternyata aku tak
salah.
Ini benar, ini padang rumput
kemarin.
Tapi, kenapa...? Kenapa jadi
seperti ini? Kenapa jadi begini...?
...
Aku tak terima!
Aku berlari, menerobos pembatas,
serta pagar yang kemarin tak
ada...
Tapi apa daya, beberapa orang
yang berbadan lebih besar dariku
menghalangiku. Kulihat, mereka
berpakaian layaknya seorang
hansip.
Aku coba menerobos mereka, tapi
kemudian mereka memukulku.
Memakiku, dan memukulku lagi.
Bugh!
Buagh!
Duagh!!!
Aku terpaksa mundur. Memar di
kedua pipiku, serta sakitnya
perutku memaksanya.
Dengan putus asa, aku mengambil
ransel tanganku yang terjatuh
tadi.
...
"...!"
Tapi tiba-tiba saja, aku dapat
merasakannya. Ada seseorang,
yang memelukku dari belakang.
Bukan, tapi bidadari kemarin.
Tapi baunya, tak seharum
kemarin. Baunya seperti... Darah?
"Te...ri..makasih... Hiks. Kemarin
kau mau datang ke sini..."
ucapnya sesenggukan kepadaku.
Lalu dapat kurasakan,
bayangannya memudar.
Memudar, hingga hilang tanpa
bekas.
Menangis, aku ingin sekali
menangis!
Tapi aku tak bisa! Aku ini laki-
laki!!!
Seorang laki-laki tak boleh
menangis...
Lalu kuambil ranselku, dan
kudapati sebuah papan besar
terpampang dengan jelas di
depanku.
"DILARANG MASUK AREA INI!
SEDANG ADA PEMBANGUNAN MALL!
LAHAN INI MILIK P.T. SUCSES!"
...
Find the way...
Kotoba nakutemo tobu hane wa
nakutemo...
(Even without word's, even
without wings to fly on.)
Midasu kaze ni makenu you ni.
(As long as westand our ground
in the wind.)
Susunda michi no saki tashika na
hikari wo mita...
(At the end, of the path we've
traveled we finally saw the light...)
Ku kepalkan tanganku, dengan
penuh amarah kupandangi papan
itu.
DUAAGGHH!!!
Bruk...!
Lalu kutendang sekuat tenaga,
hinga roboh. Hancur.
Dan aku pun berlari sekuat
tenaga...
Tak peduli orang-orang itu
mengejarku...
You'll Find... The Way...
Aku benci peradaban.
...
~~TH€ ¤ €ND~~
*or To Be Continue?*
.
.
.
Mohon kritik, saran, flamenya...
(_ _)
Pesan moralnya, tolong cari
sendiri ya...
Hehehe...
Peace!